Adapun Ahmad dan al-Hakim telah mengeluarkannya dengan sanad dari Ali bin Zaid. Kemudian Imam Ahmad menyatakan lemahnya hadits tersebut. Juga Ibnul Jauzi menempatkannya dalam deretan hadits-hadits maudhu’. Adz-Dzahabi berkata, “Aku lihat hadits ini adalah munkar.”
Sebenarnya hadits tersebut benar maknanya, namun yang benar adalah tanpa tambahan kalimat “karena ia merupakan khalifah Tuhan” .Tambahan inilah yang dimaksud oleh adz-Dzahabi sebagai munkar, karena dalam syariat memang tidak dibenarkan berkata manusia sebagai khalifah Tuhan.
Karena itu, Ibnu Taimiyah telah menjelaskan panjang lebar dalam kitabnya al-Fatawa al-Qubra II/416, dengan berkata, “Sungguh banyak orang yang menyangka secara salah seperti Ibnul Arabi bahwa yang dimaksud dengan khalifah adalah khalifah Tuhan, yakni sebagai wakil Tuhan. Allah tidaklah mempunyai wakil. Karena itu, Abu Bakar dengan tegas membantah ketika ditanya dengan kalimat, Wahai Khalifatullah’. Dengan segera ia menjawab, ‘Aku bukanlah khalifah Tuhan, akan tetapi khalifah Rasulullah saw. Cukuplah itu.”
Kemudian, justru sebaliknyalah, bahwa Tuhan itu adalah sebagai khalifah bagi selain-Nya. Rasul bersabda (berupa doa bepergian), Allaahumma anta as-shahibu fis-safari wal-khalifatu fil-ahli. Allaahumma ashibnan fi safarinaa wakhlifnaa fi ahlinaa”.
Akhirnya, Ibnu Taymiyah mengakhiri fatwanya itu dengan berkata, “Barangsiapa yang menjadikan-Nya mempunyai khalifah, orang itu berarti telah menyekutukan-Nya, yakni musyrik