CSS

“مِنَ التَّواضع أن يَشْرَبَ الرَّجُلُ مِنْ سُؤرِ أَخِيهِ ، وَمَنْ شَرِبَ مِنْ سُؤرٍ أَخِيهِ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى رُفِعَتْ لَهُ سَعُونَ دَرَجَةٍ وَمحِيَتْ عَنْهُ سَبْعُونَ خَطِيئَة وَكُتِبَ لَهُ سَبْعُونَ دَرَجَةٍ”
“Adalah termasuk sikap tawadhu’ seseorang yang mau minum dengan gelas bekas saudaranya. Barangsiapa yang meminum bekas saudaranya hanya semata mengharap keredhaan-Nya, maka Allah akan mengangkat baginya tujuh puluh derajat, menghapus tujuh puluh kesalahannya dan mencatat baginya tujuh puluh derajat kebaikan”

Hadits ini maudhu’. Ibnul Jauzi meriwayatkannya dalam deretan
hadits-hadits maudhu’, dengan perawi Daru Quthni dan sanad dari Nuh bin Abi Maryam, dari Ibnu Juraij, dari Atha, dari Ibnu Abbas.

Ibnul Jauzi berkata, “Nuh bin Abi Maryam meriwayatkan hadits ini secara tunggal, sedangkan ia dikenali kalangan pakar hadits scbagai orang yang ditinggalkan riwayatnya.

Itulah riwayat yang dijadikan scbagai penguat hadits nomor 78, yang dinyatakan oleh Ali al-Qari, padahal hadits ini (yakni hadits nomor 79) juga dha’if.

As-Suyuthi menyanggah, seraya berkata bahwa hadits riwayat Ibnu Juraij mempunyai penguat, yaitu riwayat dengan sanad di antaranya Abul Hasan. Padahal, terbukti bahwa Abul Hasan adalah perawi hadits-hadits munkar.

Demikianlah yang dinyatakan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Jarh wat-Ta’dil, setelah dinyatakan oleh ayahnya bahwa ia majhul.

Kemudian, Nuh bin Abi Maryam dahulu dikenal sebagai penuntut ilmu dan dinyatakan cekatan dalam mengumpulkan fiqih Abu Hanifah. Namun, ia termasuk orang yang tertuduh atau diragukan
dalam riwayat. Bahkan oleh Abu Ali an-Naisaburi dinyatakan sebagai orang yang memalsu riwayat.

Yang lebih pasti sebagai bukti akan kelemahan hadits tersebut adalah apa yang dinyatakan secara rinci oleh Daru Quthni sendiri dalam kitab at-Tahdzib, “Hindarilah pencampuradukan dan pemalsuan riwayat yang dilakukan oleh Ibnu Juraij karena sesungguhnya ia sangat jahat dalam memalsu. Ia tidak memalsu kecuali apa yang didengarnya dari perawi-perawi tercela, seperti Ibrahim bin Abi Yahya, Musa bin Abi Ubaidah, dan lain-lain.”

Kemudian, bila hadits ini selamat dan terlepas dari aib Ibnu Abi Maryam dan al-Hasan bin Rasyid, maka ia tidak akan terbebas dari aib Ibnu Juraij.